Book Creator

Wali Sanga

by Siti Mudrikah

Pages 2 and 3 of 16

S. Mudrikah
WALI SANGA
MAN 1 WONOSOBO
XII Smt. 1
Loading...
Tujuan Pembelajaran
Melalui diskusi tanya jawab, pendalaman materi dan simulasi dengan baik, siswa dapat :
1. Menjelaskan strategi dakwah yang dikembangkan oleh Wali sanga
di Indonesia dengan benar.
2. Memaparkan /mempresentasikan pendekatan dakwah yang
dilakukan oleh Wali sanga dengan benar.
3. Membuat kesimpulan tentang dakwah yang dilakukan oleh Wali
sanga dengan benar
Loading...
PETA KONSEP
Loading...
WALI SANGA
Loading...
SUNAN GRESIK
Loading...
SUNAN AMPEL
Loading...
SUNAN GIRI
Loading...
SUNAN BONANG
Loading...
SUNAN DRAJAT
Loading...
SUNAN KALIJAGA
Loading...
SUNAN KUDUS
Loading...
SUNAN MURIA
Loading...
SUNAN GUNUNG JATI
Sunan Gresek
1. Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik

Pada akhir abad ke-14, Maulana Malik Ibrahim datang dan mendarat di pantai Jawa Timur yang disertai beberapa orang kawan dekatnya untuk selanjutnya bermukim di Gresik. Maulana Malik Ibrahim adalah keturunan Zainal Abidin, cicit Nabi Muhammad saw. dan saudara sepupu Raja Chermen (menurut sebagian pendapat Chermen berasal dari India, namun sebagian lagi menyebutnya dari Sumatera).
Kehadiran Maulana Malik Ibrahim disertai Raja Chermen untuk mengislamkan Raja Majapahit. Kegiatan dakwah Islam di Jawa dipandang sukses ketika dilakukan oleh Maulana Malik Ibrahim
Maulana Malik Ibrahim pada awal dakwahnya menggunakan pendekatan kekeluargaan dengan menawarkan putrinya untuk diperistri Raja Majapahit. Upaya ini rupanya tidak berhasil, karena belum sampai tujuan, rombongan terkena serangan penyakit hingga banyak yang meninggal. Namun demikian tantangan ini rupanya tidak menyurutkan tekad Maulana Malik Ibrahim untuk berdakwah untuk mengislamkan kerajaan Majapahit.
Pada langkah berikutnya Maulana Malik Ibrahim mengambil jalur pendidikan dengan mendirikan pesantren. Sistem pendidikan pesantren adalah adaptasi dari bentuk pendidikan biara dan asrama yang lama dikembangkan pendeta atau biksu dalam agama Hindu dan Budha. Model ini dinamakan pesantren karena merupakan tempat belajar para santri. Konon kata santri diambil dari kata shastri (bahasa India), yang berarti orang yang mengetahui dan memahami buku-buku suci agama Hindu. Upaya pendidikan di pesantren oleh syekh Maulana Malik Ibrahim dimaksudkan untuk menampung dan menjawab permasalahan-permasalahan sosial keagamaan serta menghimpun santri. Karena komitmen dan konsistensinya dalam mendakwahkan Islam, Maulana Malik Ibrahim dipandang sebagai “Bapak Spiritual Walisongo”.
Dalam perjalanann hidupnya, Maulana Malik Ibrahim tetap bermukim di Gresik untuk menyiarkan ajaran Islam hingga akhir hayatnya pada tanggal 12 Rabiulawal 822 H, bertepatan dengan 8 April 1419 M. Maulana Malik Ibrahim akhinya lebih dikenan dengan panggilan Sunan Gresik, setelah meninggal beliau dimakamkan di Perkuburan Gapura Wetan, Gresik. Makamnya banyak diziarahi masyarakat Jawa hingga sekarang. Sunan Gresik dianggap sebagai penyiar Islam pertama di tanah Jawa.
Sunan Ampel
2. Raden Rahmat atau Sunan Ampel (Campa, Aceh 1401 – Tuban Jawa
Timur 1481)

Raden Rahmat adalah putra Sunan Gresik dari istrinya yang bernama Dewi Candrawulan. Raden Rahmat sebagai penerus perjuangan ayahnya dalam menyebarkan agama Islam di tanah Jawa.
Untuk melancarkan misi dakwahnya pada tahap awal, Raden Rahmat membangun pesantren di Ampel Denta, dekat Surabaya. Pada pesantren yang diasuhnya Raden Rahmat mendidik kader-kader da'i yang kemudian disebar ke seluruh Jawa. Sunan Ampel telah mendidik murid-murid yang terkenal antara lain Raden Makdum Ibrahim (Sunan Bonang) dan Syarifudin (Sunan Drajat) yang tak lain keduanya adalah putra Sunan Ampel sendiri, Maulana Ishak (penyebar Islam di Blambangan), Raden Paku (Sunan Giri),  dan Raden Patah (Sultan Demak),
Raden Rahmat dikenal masyarakat dengan gelaran Sunan Ampel, Raden Rahmat dikenal sebagai negarawan, tokoh yang mempunyai gagasan dan perencana berdirinya kerajaan Islam pertama di tanah Jawa. Menurut bukti sejarah Raden Rahmat sebagai orang yang mengukuhkan Raden Fatah sebagai sultan pertama Kesultanan Demak Bintoro. Pada akhirnya kesultanan Demak Bintoro menjadi pusat penyebaran Islam ke seluruh wilayah Nusantara. Kesultanan Demak Bintoro menjadikan masjid sebagai pusat kegiatan kemasyarakatan. Masjid Masjid Demak didirikan pada tahun 1479 yang diprakarsai oleh Raden Rahmat bersama dengan para walisongo.
Raden Rahmat [Sunan Ampel] wafat pada tahun 1481. Beliau dimakamkan di Masjid Ampel, Surabaya. Sampai sekarang makan beliau banyak dikunjungi peziarah dari berbagaai derah diseluruh pelosok Nusantara.
Sunan Bonang
3. Maulana Makhdum Ibrahim atau Sunan Bonang, (Ampel
Denta,Surabaya 1465 – Tuban 1525)

Maulana Makhdum Ibrahim adalah putra dari Sunan Ampel dari istri yang bernama Dewi Candrawati. Maulana Makhdum Ibrahim merupakan sepupu dari Sunan Kalijaga yang banyak dikenal sebagai pencipta gending pertama.
Sebelum terjun dimedan Dakwah, Maulana Makhdum Ibrahim banyak belajar di Pasai, kemudian sekembalinya dari Pasai, Maulana Makhdum Ibrahim mendirikan pesantren di daerah Tuban. Santri yang belajar pada pesantren Maulana Makhdum Ibrahim, berasal dari penjuru daerah di Tanah Air.
Dalam menjalankan kegiatan dakwahnya Maulana Makhdum Ibrahim (Sunan Bonang) mempunyai keunikan dengan cara merubah nama-nama dewa dengan nama-nama malaikat sebagaimana yang dikenal dalam Islam. Hal ini dimaksudkan sebagai upaya persuasif terhadap penganut ajaran Hindu dan Budha yang telah lama dipeluk sebelumnya .
Maulana Makhdum Ibrahim sangat memperhatikan tradisi dan budaya masyarakat yang telah berkembang. Pada masa itu masyarakat Jawa memiliki kegemaran terhadap seni pewayangan yang ceritanya diambil dari ajaran hindu dan budha. Syair lagu gamelan ciptaan para wali dan Sunan Bonang pada khususnya, berisi ajaran tauhid dan peribadatan. Setiap bait selalu diselingi dengan syahadatain (dua kalimat syahadat), sehingga kita sekarang mengenal gamelan sekaten, yang merupakan pengucapan masyarakat Jawa terhadap syahadatain. Salah satu tembang ciptaan Maulana Makhdum Ibrahim [Sunan Bonang] adalah tembang durma, sejenis macapat yang menggambarkan suasana tegang, bengis, dan penuh amarah dalam kehidupan dunia yang fana.
Setelah ayah Maulana Makhdum Ibrahim wafat, ia mengadakan musyarawah dengan para wali untuk membahas estafet kepemimpinan di pesantren milik ayahnya. Hasil musyawarah para wali mempercayakan kepada Raden Fatah sebagai penerus kepemimpinan di pesantren Ampel Denta. Maulana Makhdum Ibrahim memberikan pendidikan Islam secara mendalam kepada Raden Fatah, yang tak lain adalah putra raja Majapahit yang bernama Prabu Brawijaya V. Pada perjalanan selanjutnya, Raden Fatah diangkat dan dinobatkan menjadi sultan pertama kerajaan Demak.

Karya yang berupa catatan-catatan pengajaran Maulana Makhdum Ibrahim dikenal dengan Suluk Sunan Bonang atau Primbon Sunan Bonang. Suluk atau primbon hasil karya Sunan Bonang berbentuk prosa dalam gaya Jawa Tengah, dan penggunaan kalimat-kalimatnya banyak sekali dipengaruhi bahasa Arab. Terdapat pula karya lainnya, yaitu Sekar Damarwulan, Primbon Bonang I dan II, dan Serat Wragul. Karya-karya Maulana Makhdum Ibrahim ini antara lain bisa ditemui di perpustakaan Universitas Leiden, Belanda. Sunan Bonang meninggal pada tahun 1525 dan dimakamkan di Tuban, daerah pesisir Utara Jawa yang menjadi basis perjuangan dakwahnya.
Sunan Kalijaga
4. Raden Mas Syahid atau Sunan Kalijaga (Tuban akhir abad
ke-14 Demak pertengahan abad ke-15)

Raden Mas Syahid atau dikenal dengan panggilan Sunan Kalijaga, beliau juga dijuluki Syekh Malaya. Ayahnya bernama Raden Sahur Tumenggung Wilatikta yang menjadi bupati Tuban, sedangkan ibunya bernama Dewi Nawang Rum. Sebutan Kalijaga menurut sebagian riwayat berasal dari rangkaian bahasa Arab qadi zaka yang artinya ‘pelaksana’ dan ‘membersihkan’. Menurut pendapat masyarakat Jawa memberikan arti kata qadizaka dengan Kalijaga, yang berarti pemimpin atau pelaksana yang menegakkan kesucian atau kebersihan .
Raden Mas Syahid (Sunan Kalijaga) dikenal sebagai seorang wali yang berjiwa besar, berpandangan luas, berpikiran tajam, intelek, Cerdas, kreatif, Dinamis serta berasal dari suku Jawa asli. Dalam menyebarkan misi dakwahnya, Raden Mas Syahid [Sunan Kalijaga] tidak menetap di suatu daerah. Raden Mas Syahid senantiasa berkeliling dari satu daerah ke daerah lain, sehingga wilayah dakwah Sunan Kalijaga sangat luas. Raden Mas Syahid dianggap mampu menerapkan sistem dakwah yang cerdas dan aktual, banyak orang dari golongan bangsawan dan cendekiawan memberikan hormat dan simpati terhadapnya, mudah diterima oleh semua kalangan masyarakar, mulai rakyat bawah hingga kalangan atas bahkan para penguasa.
Raden Mas Syahid juga terkenal sebagai seorang negarawan dan menjadi arsitek sistem pemerintahan Jawa. Sistem kabupaten yang berkembang pada masa sekarang dan telah diterapkan secara nasional sebagai wujud gagasan Sunan Kalijaga. Raden Mas Syahid memiliki pengaruh yang besar dalam kesultanan Demak Bintoro. Raden Fatah sangat menghormati berbagai nasihat dan petunjuk Sunan Kalijaga. Dalam struktur pemerintahan Demak, di samping sebagai ulama dan Da'i Sunan Kalijaga juga menjadi penasihat pribadi Sultan. Dan Atas jasa-jasanya, Raden Fatah sebagai Sultan Demak memberi hadiah sebidang tanah di sebelah tenggara Demak sebagai desa perdikan (bebas pajak), yang persembahkan bagi ahli waris dan keturunan Raden Mas Syahid.
PrevNext